Sabtu, 03 Juli 2021

UAS ETIKA BISNIS (PELANGGARAN ETIKA BISNIS)

NAMA  : ENY YULI ASTUTI

NIM       : 01219006

KELAS  : MANAJEMEN A

DOSEN  : HJ. I. G. A. AJU NITYA DHARMANI,SST,S.E,MM.

 

UAS ETIKA BISNIS

KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS

 

1.       Kasus : Kimia Farma (Penggunaan Alat Rapid Test Antigen Bekas di Bandara)

 

Polda Sumatera Utara menangkap enam orang yang merupakan karyawan dari perusahaan farmasi ternama di Bandara Internasional Kualanamu, Selasa (28/4/2021). Penangkapan tersebut dilakukan pihak kepolisian, karena para petugas diduga menggunakan alat bekas dalam pelayanan rapid test antigen. Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostik Adil Fadhilah Bulqini mengatakan, tindakan petugas layanan rapid test antigen tersebut sangat merugikan perusahaan dan bertentangan dengan standard operating procedure (SOP) perusahaan.

Dijelaskannya, para pelaku dapat melakukan atas perintah Kepala Kantor Wilayah atau Bussines Manager PT Kimia Farma Solusi yang ada di Kota Medan dan bekerjasama sesuai kontrak dengan pihak yang Angkasa Pura II dalam rangka melaksanakan tes swab antigen kepada para penumpang yang akan melaksanakan perjalanan udara.

Pelaku yang melanggar : Pegawai Kimia Farma

Pihak yang dirugikan : Kimia Farma serta konsumen

Jenis Pelanggaran : Terkait dugaan tindak pidana UU tentang kesehatan dikarenakan penyalahgunaan alat rapid test antigen

Dasar hukum pelanggaran : Dikarenakan kasus penggunaan alat bekas untuk rapid test antigen maka ara pelaku telah melanggar UU nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Sehingga para pelaku dikenakan Pasal 98 ayat (3) Jo pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar jo Pasal 8 huruf (b), (d) dan (e) Jo pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda Rp 2 miliar.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi : Para pelaku dalam kasus ini harus diberikan tindakan tegas berupa pemecatan atau yang sejenisnya dan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku. Karena hal tersebut sangat merugikan perusahaan dan bertentangan dengan standard operating procedure (SOP) perusahaan serta UU yang berlaku. Kasus ini perlu direspon secara professional dan serius.

2.       Kasus : PT. LA JAYA (manipulasi laporan keuangan)

 

Pada kasus PT. L-A JAYA, perusahaan telah melanggar prinsip etika bisnis yaitu “prinsip kejujuran”, prinsip ini meliputi :

a.       Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.

b.       Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding.

c.       Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

Setiap perusahaan atau badan usaha akan ada penarikan pajak oleh pemerintah sesuai dengan Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang perpajakan. Berapa tarifnya, prosentasenya, dll berdasarkan laba yang diperoleh oleh suatu badan usaha atau perusahaan. PT. L-A JAYA telah memanipulasi laporan keuangannya dengan tujuan agar tarif pajak yang dikenakan kepada perusahaan rendah padahal laba yang diperoleh cukup besar. Jadi akuntan perusahaan tersebut membuat dua laporan keuangan, satu laporan keuangan yang riil tentang laba-rugi perusahaan dan satu laporan keuangan lagi telah dimanipulasi. Hal ini sangatlah mudah dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidang akuntansi, namun perilaku ini jelas melanggar etika. Karena ketidakjujuran perusahaan demi keuntungannya sendiri. Perusahaan tersebut telah melanggar UU UU No. 28 Tahun 2007. Dengan demikian, pemerintah diharapkan lebih jeli dan lebih tegas lagi dalam peraturan perundang-undangan terutama dalam hal pengenaan pajak. Karena pajak adalah sumber asset Negara terbesar yang kemudian dengan pajak tersebut di gunakan untuk kepentingan masyarakat. Agar kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tercapai.

Pelaku yang melanggar : akuntan perusahaan/pengusaha

Pihak yang di rugikan : pemerintah negara

Jenis pelanggaran : UU UU No. 28 Tahun 2007 melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

Dasar hukum pelanggaran : Jika terdapat penyimpangan atau perbuatan curang dengan sengaja, mestinya ditindaklanjuti dengan sanksi. Dua macam sanksi (administrasi dan pidana) dalam UU diterapkan supaya memberi efek jera bagi yang lain. Sanksi hukum bagi pihak yang melakukan manipulasi laporan keuangan dan merugikan pihak lain bisa dilakukan secara perdata atas dasar Pasal 1365 KUH Perdata. Namun bisa juga dengan sanksi pidana demi kepentingan masyarakat. Kepentingan hokum yang ditegakkan menjadi langkah terbaik menjaga ketertiban masyarakat.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi : pemerintah diharapkan lebih jeli dan lebih tegas lagi dalam peraturan perundang-undangan terutama dalam hal pengenaan pajak. Karena pajak adalah sumber asset Negara terbesar yang kemudian dengan pajak tersebut di gunakan untuk kepentingan masyarakat. Agar kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tercapai.

3.       Shopee (penurunan upah kurir yang sepihak)

 

Kurir layanan ekspedisi Shopee Express dikabarkan melakukan aksi mogok kerja. Kabar tersebut diketahui dari sebuah utas (thread) di Twitter yang diunggah akun dengan handle @arifnovianto_id. Utas itu pun viral di dunia maya. Dalam utas tersebut, Arif menceritakan bahwa kurir Shopee Express yang tergabung dalam Himpunan Driver Bandung Raya melakukan mogok kerja. Jumlahnya kira-kira sekitar 1.000 mitra. Upah yang tidak layak ditengarai menjadi penyebab utama aksi mogok kerja ini. Menurut Arif yang juga tengah melakukan penelitian tentang pekerja "gig" di Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) UGM, upah kurir Shopee Express semakin kecil. Ekonomi "gig" yang dimaksud Arif, terinspirasi dari pekerjaan di industri hiburan, di mana para musisi baru akan mendapat upah jika mereka menggelar konser. Dalam kaitannya dengan para mitra di layanan ekspedisi, para kurir atau driver harus mengantarkan barang atau pesanan untuk mendapatkan uang.

Dulu, kurir Shopee Express bisa mendapatkan upah Rp 5.000 per paket. Tarifnya kian menysut menjadi Rp.3500 per paket, hingga terakhir pada awal April Rp 1.500 per paket. Di sisi lain, para mitra tidak menerima upah minimum dan jaminan sosial. Dalam tangkapan layar percakapan yang beredar, disebut penurunan bukan pertama kali terjadi. Walau telah ditegaskan oleh Executive Director Shopee Indonesia bahwa tidak ada aksi demonstrasi dan skema insentif telah mengikuti tarif yang berlaku di pasar.

Pelaku yang melanggar : Shopee

Pihak yang dirugikan : Kurir ekspedisi layanan Shopee Express

Jenis Pelanggaran : Hak pekerja (Gaji yang diberikan tidak sesuai) dan kemitraan semu

Dasar hukum pelanggaran : Di Indonesia, sistem kemitraan diatur dalam UU No 20 Tahun 2008 tetang UMKM. Di Pasal I, disebutkan bahwa kemitraan merupakan "kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Sistem kemitraan yang dipraktikan adalah "kemitraan semu". Kemitraan hanya label untuk menutupi hubungan kerja buruh-pengusaha dan menghindari membayar UMR, jaminan sosial, upah lembur, hak libur, pesangon, tempat kerja aman, mnyediakan alat kerja, dll. Kemitraan yang ideal, harus menerapkan prinsip setara, adil, saling membutuhkan, mempercayai, dan meguntungkan seperti disebutkan dalam UU No 20 tahun 2008.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi : Perlu ada produk hukum baru yang melindungi para pekerja ekonomi "gig". Tidak hanya kurir Shopee Express, melainkan mitra platform lain, seperti Gojek maupun Grab. Karena undang-undang yang saat ini ada belum cukup lengkap. UU No 20 tahun 2008 tidak membahas hubungan kerja dan hak-hak pekerja "gig", melainkan hanya memberi dasar dan prinsip kemitraan saja. Perusahaan Shopee seharusnya memberikan upah sesuai dengan hak para pekerja. Karena upah merupakan imbalan dari apa yang telah para pekerja lakukan, dan memberikan upah yang layak merupakan kewajiban perusahaan.

4.       Kasus : So Klin (pelanggaran iklan)

 

Untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran-pelanggaran etika dalam beriklan serta mengurangi resiko penipuan publik dalam iklan maka Dewan Periklanan Indonesia (DPI) membuat tata krama dan tata cara dalam beriklan yang disebut dengan Etika Pariwara Indonesia (EPI). Walaupun sudah disusun Etika Pariwara Indonesia (EPI) sebagai pedoman tentang tata krama dan tata cara dalam beriklan namun pelanggaran-pelanggaran etika periklanan di Indonesia masih sering terjadi. contoh iklan yang melangkar EPI salah satunya adalah iklan TV Softener So Klin untuk varian Twlight Sensation. Iklan pelembut pakaian tersebut dinilai tidak memperhatikan peraturan siaran iklan, pembatasan muatan seksual, ketentuan perlindungan anak dan remaja, serta normal kesopanan. Iklan tersebut terlihat berulang kali menyorot bagian paha dan dada model wanita di dalamnya. Wakil ketua KPI sudah memberikan teguran dan memberikan kesempatan perusahaan pemilik iklan tersebut untuk melakukan editing dengan tidak menyorot bagian tubuh wanita yang dirasa terlalu vulgar.

Pelanggaran yang di lakukan oleh Softener So Klin ini adalah berulang kali menyorot bagian paha dan dada model wanita di dalamnya. Hal ini telah di jelaskan dalam Pasal 36 ayat 5 Undang-undang No 32 tahun 2002 yang berbunyi: "Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang". Lebih detil perihal unsur cabul diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang diterbitkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menyebutkan antara lain dalam Pasal 18 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran, sebagai berikut diantaranya: "dilarang mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot.

Pelaku yang melanggar : Softener So Klin

Pihak yang dirugikan : masyarakat, anak-anak, remaja yang menonton iklan

Jenis Pelanggaran : Pasal 36 ayat 5 Undang-undang No 32 tahun 2002

Dasar hukum pelanggaran : isi iklan dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang". Lebih detil perihal unsur cabul diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang diterbitkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menyebutkan antara lain dalam Pasal 18 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran, sebagai berikut diantaranya: "dilarang mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot.

 

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi : EPI sudah seharusnya memberikan teguran dan memberikan kesempatan perusahaan pemilik iklan tersebut untuk melakukan editing dengan tidak menyorot bagian tubuh wanita yang dirasa terlalu vulgar.

 

5.       Tokopedia

 

E-Commerce Tokopedia diretas hacker. 91 juta data akun pengguna dan 7 juta akun merchant dikabarkan bocor dan dijual di Dark Web. Tokopedia mengklaim memiliki 91 juta pengguna. Kasus ini terungkap ke publik oleh akun twitter @underthebreach yang mengklaim dirinya sebagai layanan pengawasan dan pencengahan kebocoroan data asal Israel. Manajemen Tokopedia sendiri sudah mengakui akan adanya upaya pencurian data pengguna Tokopedia namun informasi penting seperti password tetap berhasil terlindungi.

Kasus : Kebocoran data pengguna Tokopedia

Pelaku yang melanggar : Hacker

Pihak yang dirugikan : Tokopedia dan pengguna Tokopedia

Jenis Pelanggaran : Perlindungan data konsumen dan pelaku usaha

Dasar hukum pelanggaran :

1. Pasal 4 dan 5 UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen

2. Sedangkan untuk perlindungan, hak dan kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan 7 UU No 8 tahun 1999. Dalam pasal-pasal tersebut diatur bagaimana proporsi atau kedudukan konsumen dan usaha dalam suatu mekanisme transaksi bisnis atau perdagangan

3. Aspek tanggung jawab pelaku usaha dalam UU No 8 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Aspek ini berlaku pada saat pelaku usaha melakukan perbuatan yang menyebabkan kerugian bagi konsumen.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE)

5. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE)

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi :

1. Untuk mencegah kebocoran lebih lanjut pihak Tokopedia dapat melakukan menelusuri login-logout history pengguna akun.

2. Untuk tindak lanjut mengenai pelaku dalam kasus ini yaitu hacker maka pihak Tokopedia dapat melaporkannya kepada pihak yang berwajib, hal ini penting untuk menegakkan hukum dan memberi keadilan bagi pihak yang dirugikan.

Jika dilihat dari sudut dasar etika, kelalaian yang dilakukan oleh Tokopedia tidak dapat langsung dikatakan salah atau benar sebab jika kita melihat dari sisi pengguna maka hal ini akan dapat dikatakan salah atau tidak beretika sebab tokopedia dalam hal menjadi wadah data data pengguna tersebut tidak dapat menjaga keamanan data mereka sehingga dapat merugikan para pengguna. Dari sisi Tokopedia, mereka pun sebenarnya korban, mereka tidak secara langsung memberikan data-data tersebut namun sistem keamanan mereka lah yang dibobol. Mereka sudah berbuat yang benar dengan tidak menjual data pengguna dan memiliki sistem keamanannya.

Jika dilihat dalam prinsip etika bisnis yang semestinya, kebocoran data atas kelalaian Tokopedia tentu melanggar prinsip otonomi, integritas dan menjaga reputasi. Dalam prinsip otonomi seharusnya Tokopedia dapat mengambil keputusan yang lebih baik dimana tidak hanya mementingkan keuntungan dan marketing untuk menambah jumlah pengguna namun lebih jauh lagi harus bertanggung jawab terhadap kualitas pelayan seiring dengan bertambahnya pengguna. Selanjutnya, berkenaan dengan prinsip integritas dan menjaga reputasi Tokopedia sebagai badan bisnis yang besar dapat menghindarkan diri  dari hal-hal yang merugikan perusahaannya dan konsumennya.

#bangganarotama 

#febunnaraya 

#prodimanajemen 

#universitasnarotama 

#dosenkuayurai 

#etikabisnis 

#etikaperiklanan 

#missmanagement

 

Minggu, 30 Mei 2021

ETIKA BISNIS - ETIKA PERIKLANAN

 

TUGAS MAKALAH ETIKA BISNIS

“ ETIKA PERIKLANAN ”




 

Disusun oleh :

Eny Yuli Astuti                      Semester 4                  01219006        Manajemen

 

 

Dosen Pengampu :

IGA AJU NITYA DHARMANI S.ST., S.E, M.M

 

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NAROTAMA

SURABAYA

2021


 

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, perusahaan-perusahaan sangat gencar dalam melakukan promosi produknya. Hampir setiap hari kita terpapar dengan gencarnya promosi produk melalui iklan. Iklan dapat dilihat dimana saja. Saat kita berkendara untuk beraktivitas di setiap harinya, banyak sekali baliho, spanduk maupun banner iklan terlihat. Saat pergi kepusat perbelanjaan, lembaran-lembaran leaflet dapat kita jumpai dan kita dapatkan. Didalam rumah melalui media televisi, iklan pun hadir silih berganti. Di era digital saat ini, melalui telepon seluler ataupun internet, iklanpun menghampiri kita.

Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan.

1.2  RUMUSAN MASALAH

1.      Apa saja 6 pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan dalam konteks kita?

2.      Apa saja prinsip etika dalam bisnis?

3.      Seberapa perlunya etika periklanan?

 

1.3  TUJUAN MASALAH

1.      Mengetahui 6 pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan dalam konteks kita.

2.      Mengetahui prinsip etika dalam bisnis.

3.      Mengetahui perlunya etika periklanan.


 

BAB 2.

PEMBAHASAN

2.1 FUNGSI PERIKLANAN

Fungsi Periklanan sangat penting dalam bisnis sebagai penggerak individu untuk menjadi konsumen. Periklanan secara awam memiliki arti untuk mempengaruhi konsumen agar tertarik membeli atau menggunakan produk tertentu. Dalam hal ini produk bisa berupa barang atau jasa yang perusahaan tawarkan.

Adapun fungsi periklanan yaitu :

1.      Informatif :

·         Menginformasikan pasar mengenai keberadaan produk atau jasa

·         Memperkenalkan cara pemakaian baru dari suatu produk tertentu

·         Menyampaikan perubahan harga

·         Menjelaskan kerja suatu produk tersebut

·         Menginformasikan jasa-jasa yang disediakan oleh lembaga

·         Membangun citra perusahaan

2.      Persuasif :

·         Mempengaruhi atau membujuk konsumen

·         Membentuk pilihan merk

·         Mengalihkan pilihan ke merk tertentu

·         Mengubah persepsi pelanggan terhadap produk

·         Mendorong pembeli untuk membeli saat itu juga

·         Pengingat (Reminder)

·         Mengingatkan pembeli bahwa produk yang dibutuhkan tersedia dalam waktu dekat

·         Mengingatkan pembeli akan tempat atau outlet penjualan

·         Membuat pembeli tetap ingat walau sedang tidak ada promosi

Dalam dunia bisnis periklanan memiliki banyak fungsi. Secara bisnis ada 6 cara menggunakan periklanan sebagai pendukung usaha dan penjualan produk. Berikut adalah 6 peran periklanan tersebut,

1.      Sumber Informasi

Periklanan dapat berfungsi sebagai jalan untuk masyarakat mengenal produk yang ditawarkan. Informasi mengenai fungsi, harga, bahan, kelebihan dan informasi lain mengenai produk dapat disampaikan melalui iklan. Semakin jelas informasi yang disampaikan mengenai produk, semakin jelas pula gambaran produk kepada individu.

 

2.      Sarana Membujuk dan Mempengaruhi

Gambaran dari iklan sebagai sumberi informasi dapat dibuat sebagai bahan persuasi dan bujukan. Kelebihan produk dibanding produk lain bisa menjadi daya jual dan faktor pembujuk yang penting. Contohnya adalah untuk produk snack makanan, iklan menginformasikan tentang bahan, rasa dan keunggulan produk. Karena dalam iklan terlihat seseorang memakan snack tersebut dan menikmatinya, Individu yang menonton membayangkan rasa dan nikmatnya snack tersebut sesuai dengan informasi yang diberikan. Jika ia tertarik, individu tersebut akan membeli snack yang diiklankan tersebut.

 

3.      Menciptakan Image

Iklan dapat menjadi media dimana image produk maupun brand muncul di pikiran masyarakat. Semakin lekat image pada produk, semakin lekat pula identifikasi masyarakat saat membeli produk. Contohnya yang terjadi di pasar air mineral kemasan dan juga mie instant. Image brand untuk kedua produk ini lengket dengan Aqua dan Indomie saat dibicarakan dengan masyarakat.

 

4.      Alat Komunikasi

Periklanan juga bisa dijadikan sarana untuk menangkap respon dari masyarakat tentang produk yang ditawarkan. Dengan feedback dan komunikasi ini, para pelaku usaha dapat mereka produk agar dapat lebih diterima oleh calon–calon konsumen.

 

5.      Identitas Pengusaha

Media periklanan dapat membuat pengusaha dan brand perusahaan terkenal. Semakin dikenalnya pengusaha dan brand perusahaan, masyarakat dapat mengidentifikasi produk sesuai dengan karakteristik pengusaha dan brandnya. Menjual brand ini dapat meningkatkan nilai produk. Contohnya untuk produk Teknologi Apple, teknologinya mungkin dapat dicapai oleh brand lain, namun tidak ada yang dapat mengalahkan brand produk Apple dimata konsumen.

 

6.      Sarana Kontrol

Melalui periklanan, para pelaku usaha dapat menyebarkan informasi yang tepat untuk menghindari produk palsu. Memberikan informasi yang jelas pada masyarakat tentang produk akan membuat masyarakat mampu membedakan antara produk asli dan palsu. Iklan juga dapat dugunakan untuk mengontrol para pesaing usaha. Menyebarkan informasi yang lebih menguntungkan produk sendiri dibanding produk pesaing adalah hal umum yang terjadi dalam periklanan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengiklankan paket murah dan diskon. Jika pesaing tidak dapat mengeluarkan strategi periklanan yang lebih menarik, masyarakat tidak akan melirik produk mereka.

 

2.2 PERIKLANAN DAN KEBENARAN

Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Periklanan hampir disamakan dengan tidak bisa dipercaya. Berbohong adalah dengan sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar, agar orang lain percaya. Bisa saja iklan mengakatan sesuatu yang tidak benar, tapi dalam hal ini tidak ada kesengajaan. Misalnya, tentang obat baru dikatakan dalam iklan bahwa produk itu aman, padahal kemudian tampak adanya efek samping yang tidak terduga sebelumnya. Iklan itu tidak berbohong, karena tidak dengan sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar. Tetapi hal seperti itu jarang sekali akan terjadi.

Dalam konteks periklanan, jauh lebih penting adalah maksud dalam arti kedua, yaitu agar orang lain percaya. Unsur informasi selalu harus benar, karena informasi selalu diberikan agar orang percaya. Informasi yang tidak benar akan menipu publik yang dituju. Jika dalam iklan tentang makanan dikatakan bahwa produk bersangkutan tidak mengandung zat pewarna artifisial, bahwa makanan itu halal, dan sebagainya, maka informasi tersebut benar. Seorang konsumen tidak mempunyai alasan untuk tidak percaya pada informasi tersebut dan arena itu akan merasa dibohongi bila informasinya tidak benar. Disamping itu iklan mempunyai juga unsur promosi. Iklan merayu konsumen maupun iklan yang ingin mengimi-imingi calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Misalnya merek suatu produk obat flu mengatakan “juara dalam membasmi flu”. Bahasa periklanan pada umumnya syarat dengan superlatif dan hiperbola. Pada intinya, masalah kebenaran dalam periklanan tidak bisa dipecahkan dengan cara hitam putih. Banyak tergantung pada situasi konkret dan kesediaan public untuk menerimanya atau tidak.

2.3 MANIPULASI DENGAN PERIKLANAN

Sebelum mengetahui hubungan manipulasi dalam periklanan serta pengaruhnya, harus mengetahui terlebih dahulu apa itu manipulasi dan bagaimana manipulasi terdapat dalam sebuah periklanan. Manipulasi merupakan kegiatan mempengaruhi kemauan seseorang (jika dalam dunia periklanan adalah masyarakat atau calon konsumen) dengan sedemikian rupa untuk melakukan dan melaksanakan sesuatu yang sebenarnya tidak tentu diinginkan oleh seseorang. Seseorang tersebut akan mengikuti motivasi yang telah diberikan dan besaral tidak dari dirinya sendiri, melainkan telah ditanamnya dari pihak luar, contohnya seperti hipnotis.

Manipulasi dalam periklanan dikatakan tidak memiliki etika jika melanggar hak asasi manusia, hanya dijadikan sebagai sarana dan perantara semata. Dalam Etika Bisnis K.Bertens (2015, 292) pada tahun 1950-an bahaya terjadinya manipulasi propaganda politik dan ideology menjadi momok yang menakuti banyak orang di masyarakat barat, karena waktu itu berlangsung Perang Dingin. Perang tersebut sebagaian besar merupakan perang propaganda, propaganda yang memanfaatkan ilmu psikologi. Disaat yang sama dari sudut ekonomi mengemukakan pendapat tentang periklanan, bahwa upaya periklanan bersifat manipulative. John Kennth dalam bukunya The Affluent Society melukiskan bagaimana bisnis modern menciptakan keinginan pada konsumen melalui upaya periklanan dan kemudian memenuhinya dengan produk-produk tersebut.

Pada umunya periklanan berusaha mempengaruhi tingkah laku konsumen, dengan cara memanfaatkan faktor-faktor psikologis, seperti: status, gengsi, dll. Contoh usaha untuk mempengaruhi tingkah laku konsemen yaitu dengan cara menampilkan sosok idola dalam iklan dan memberikan hadiah. Sosok idola yang ditampilkan dalam sebuah iklan, dapat mempengaruhi tingkah laku penggemarnya dalam mengkonsumsi sebuah produk, konsumen akan membeli apa yang digunakan oleh idolanya, selain itu dengan pemberian hadiah seperti beli 2 dapat 3, diskon 10%, mendapatkan voucher dll.

Manipulasi melalui periklanan atau dengan cara bagaimanapun merupakan tindakan yang tidak memiliki etika. Namun, harus dibedakan secara baik antara mempengaruhi perilaku dan manipulasi. Karena setiap hari manusia dalam bertingkah laku dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor lingkungan, namun hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai manipulasi, sehingga tingkah laku dalam berkonsumsi seseorang tersebut berasal dari diri sendiri, keputusan untuk membeli sebuah produk atau tidak dalam sebuah iklan merupakan kepetusan dari konsumen sendiri.

2.4 PENGONTROLAN TERHADAP IKLAN

Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol yang tepat mengimbangi kerawanan kontro tersebut :

1.      Kontrol oleh pemerintah

Seperti yang dilakukan oleh Menteri Kesetaraan Inggris pada produk kecantikan yang beredar di negaranya dimana antara model yang digunakan pada iklan tersebut kurang sesuai dengan wajah aslinya. Dan di Indonesia sendiri beberapa Undang-Undang telah ditetapkan untuk melindungi konsumen terhadap beberapa produk yang menyalahi aturan, diantaranya telah terdapat iklan tentang makanan dan obat yang diawasi oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.

2.      Kontrol oleh para pengiklan

Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan yang biasanya hal tersebut dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan.

Di Indonesia sendiri terdapat Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan TVRI (Yayasan Televisi Republik Indonesia). Sedang di Amerika terdapat National Advertising Review Board (NARB) yang disponsori oleh American Association of Advertising Agencies, American Advertising Federation, Association of National Advertisers, dan Council of Better Bussines Bureaus. Tujuannya adalah pengaturan diri oleh para pengiklan. NARB ini menyelidiki semua keluhan tentang periklanan dan memberitahukan hasilnya kepada instansi yang mengajukan keluhannya, dan kegiatan ini diumumkan juga setiap bulan melalui sebuah press release.

3.      Kontrol oleh masyarakat

Masyarakat luas tentu harus ikut serta dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dalam hal ini suatu cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam menetralisasi efek-efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, diantaranya yang terdapat di Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan kemudian Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang). Selain menjaga agar periklanan tidak menyalahi batas-batas etika melalui pengontrolan terhadap iklan-iklan dalam media massa, ada juga cara lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang dinilai paling baik. Penghargaan untuk iklan tersebut bisa diberikan oleh instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, sebuah majalah, atau lain-lain. Di Indonesia sendiri kita mempunyai Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh “Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia”. Dan apresiasi tersebut dapat memberikan pengaruh positif terhadap perusahaan lain untuk dapat berkreasi secara lebih baik.

2.5 PENILAIAN ETIS TERHADAP IKLAN

Suatu penilaian yang diberikan terhadap adanya iklan tidak lepas dari pemikiran moral. Dalam hal ini prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas sebuah iklan karena didalam penerapannya banyak faktor lain yang ikut berperan diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Maksud si pengiklan

Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan tersebut menjadi tidak baik juga. Jika si pengiklan mengetahui bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen atau dengan sengaja menjelekkan produk pesaing, maka iklan ini menjadi tidak etis. Sebagai contoh  iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini sama banyak kalorinya dengan roti merk lain.

2.      Isi iklan

Isi iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan, dan tidak bermoral. Dalam persaingan yang dilakukan antar operator seluler Kartu As (Simpati) dan XL, sebagian besar penonton akan menganggap hal tersebut sebagai sebuah lelucon karena model utamanya merupakan seorang pelawak, sehingga isi dari iklan tersebut akan mudah ditangkap. Begitu pula dengan manipulasi yang dilakukan oleh beberapa produk kecantikan, terlihat bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi pemikiran penonton karena model yang ditampilkan terlihat ‘sempurna’ dengan produk dan perlengkapan make up yang digunakan dari produk yang diiklankan.

3.      Keadaan publik yang tertuju

Secara umum bisa dikatakan bahwa periklanan mempunyai potensi besar untuk mengipas-ngipas kecemburuan sosial dalam masyarakat dengan memamerkan sikap konsumerisme dan hedonisme dari suatu elite kecil. Hal ini merupakan aspek etis yang sangat penting, terutama dalam masyarakat yang ditandai kesenjangan sosial yang besar seperti Indonesia. Keuntungan perusahaan menjadi tujuan utama bagi para pengiklan untuk melalukan promosi, namun di sisi lain televisi sebagai media utama yang banyak digunakan para pengiklan adalah media yang tidak gampang dikendalikan dari luar, ditambah dengan adanya televisi dan parabola. Mungkin tidak realistis juga untuk mengharapkan bisa melarang periklanan di TV secara total. Tetapi bahaya ditingkatkannya kecemburuan sosial tidak pernah boleh dilupakan. Hal ini ternyata seringkali masih kurang disadari oleh televisi swasta.

4.      Kebiasaan di bidang periklanan

Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi tersebut orang telah terbiasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang seringkali tidak dapat dipisahkan dari etis yang menandai masyarakat tersebut. Misalnya saja yang terjadi di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya. Dalam refleksi etika tentang periklanan rupanya tidak mungkin dihindarkan suatu nada relativistis.

2.6 KASUS ETIKA PERIKLANAN

Dalam periklanan, etika berperan penting bagi pebisnis agar terjadi iklim persaingan yang kondusif (persaingan yang sehat) sehingga bisnis bukan hanya sebagai suatu usaha dalam rangka mendapatkan keuntungan di pihak perusahaan melainkan tetap memperhatikan kepentingan konsumen dalam hal ini konsumen berhak untuk mendapatkan manfaat dari iklan tersebut. Namun, kadang kala banyak perusahaan yang mengesampingkan hal itu bahkan untuk kasus yang parah hingga membahayakan keselamatan konsumen. Berikut beberapa contoh kasus etika periklanan di Indonesia yang melanggar EPI (Etika Pariwara Indonesia)

Contoh kasus dalam etika periklanan sebagai berikut :

1.      Periklanan Maskapai Garuda Indonesia.

Pada kasus ini periklanan dari maskapai melanggar nilai hukum etika dan komunikasi bisnis dalam pemasaran yaitu pada iklan pesawat maskapai Garuda Indonesia. Dalam iklan maskapai pesawat Garuda Indonesia ini dapat dilihat bahwa iklan ini telah menampilkan perbandingan antara produk atau keunggulan yang menjadi ciri khas maskapai pesawat Garuda Indonesia dengan kelemahan dari produk barang dan jasa dari maskapai lain dengan tujuan untuk menjatuhkan dan merendahkan produk maskapai lain. Walaupun iklan yang sudah dibuat dengan strategi iklan yang sudah bagus, akan tetapi pesan di dalamnya akan menimbulkan masalah pada produk lain. Dalam Strategi iklan maskapai pesawat Garuda Indonesia menunjukkan bahwa kenyamanan dari konsumen ketika sedang dilayani dengan maskapai Garuda Indonesia yang menjadi sumber utama bagi mereka, akan tetapi dengan menggunakan produk pesaing yaitu maskapai pesawat yang lain merupakan salah satu pelanggaran etika dalam beriklan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung”

2.      Periklanan So Nice

Dalam kasus ini iklan So Nice So good telah melanggar peraturan dan prinsip dalam Perundang-undangan. Iklan ini tidak memperhatikan etika dalam berbisnis dimana terselip kata persuasif “mereka yang mengkonsumsi produk yang diiklankan akan tumbuh lebih tinggi dari pada yang tidak”. Hal ini menunjukkan bahwa adanya makna atau informasi yang tidak benar. Kasus ini membuktikan bahwa telah terjadi pelanggaran dalam proses promosi serta melanggar hak-hak konsumen mengenai hak untuk mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa sebagaimana diatur dalam EPI bahwa “Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan”

3.      Pompa Air Shimizu

Iklan yang melanggar etika dan memperoleh teguran dari KPI adalah iklan pompa air Shimizu. Iklan ini dinilai tidak pantas ditayangkan karena menggunakan model wanita berpakaian minim dan mengandung lelucon vulgar. Jelas KPI menyayangkan iklan ini karena kerap kali tampil saat prime time dan ditonton oleh anak-anak.

Dalam iklan berdurasi 30 detik tersebut terdapat adegan pria berwajah lesu dengan wanita berpakaian seksi yang bertanya, “Kalau nggak mancur terus kapan enaknya?” Kemudian adegan berlanjut di komplek pertokoan di mana wanita tersebut berdialog dengan pemilik toko.

Si pemilik toko bertanya, “Nggak mancur nih?” Tampak si wanita mengiyakan, lalu muncul pedagang toko sebelah yang menawarkan Pompa Air Shimizu. Singkatnya, setelah pompa air dipasang, si wanita tampak kegirangan sambil bergoyang menggoda ketika disemprot air oleh pasangannya.

4.      Kasus Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As

Perang provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim dan Putri Titian.

Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong, “om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong, “om sule jelek..”. Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong lagi, “om sule ganteng” tapi kali ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah slogan, “sejujur baim, sejujur XL”. Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi di iklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang kurang lebih berbunyi seperti ini, “makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!!” Nggak cukup di situ,  kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule.

Di iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil sambil tertawa dengan nada mengejek. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.

Analisis Kasus:

Dalam kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi pemeran utama pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir satu sama lain, karena hak seseorang untuk melakukan kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain selain hak asasinya. Dimana yang dimaksud adalah Sule yang mempunyai haknya sebagai manusia. Sejauh yang diketahui Sule tidak melakukan pelanggaran kode etika pariwara Indonesia (EPI) tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.”

Dalam etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak dibawah umur, tetapi kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan, bukan hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan juga tidak boleh mengajarkan anak-anak tentang hal-hal yang menyesatkan dan tidak pantas dilakukan anak-anak, seperti yang dilakukan provider XL dan AS yang mengajarkan bintang iklannya untuk merendahkan pesaing dalam bisnisnya. Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu telah melanggar prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah disadari oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera menghentikan persaingan tidak sehat ini.

Kedua kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik dan moral untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan menguasai pasaran dimasyarakat yang diberi kebebasan luas untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi serta telah diberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar.

Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli. Padahal telah dibuat undang-undang yang mengatur tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua kompetitor ini mengabaikan Undang-Undang yang telah dibuat.

Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis kedua kompetitor provider ini sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya. Penyelesaian masalah yang dilakukan antara provider kartu XL dan karti AS dan Tindakan pemerintah

Dalam kasus ini, kedua provider menyadari mereka telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya untuk menjadi provider yang terbaik di Indonesia.

Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.

Namun pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat. Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah peraturan sebagai berikut:

·         UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

·         UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers

·         UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran

·         UU No. 7 tahun 1996

·         PP No. 69 tahun 1999

·         Kepmenkes No. (rancangan) tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

·         PP No. 81 tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

·         PP No.38 tahun 2000 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

·         Kepmenkes No. 368/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga, Makanan, dan Minuman.

Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).

Lembaga penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (Pasal 29 ayat (2) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).

Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran). Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran). Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI. (Pasal 48 ayat (1) UU Penyiaran).

Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. (Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran)

Siaran iklan niaga dilarang melakukan (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran):

promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif; promosi rokok yang memperagakan wujud rokok; hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.

2.7 PRINSIP ETIKA BISNIS

1.      Prinsip Kejujuran

Prinsip kejujuran harus menjadi dasar penting bagi segala bidang bisnis. Bagi sebagian pebisnis, baik pengusaha modern maupun pengusaha konvensional menyatakan bahwa kejujuran merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam bisnis. Secara umum, bisnis yang berjalan tanpa mengadopsi prinsip kejujuran tidak akan bisa bertahan lama. Bagi pengusaha, kejujuran terkait dengan kualitas dan harga barang yang ditawarkan kepada konsumen. Contoh penerapan prinsip kejujuran dapat dilihat kegiatan menjual produk berkualitas tinggi dengan harga yang wajar dan masuk akal.

Kejujuran memiliki dampak besar pada proses menjalankan bisnis karena ketika pengusaha tidak jujur, maka akan menjadi awal kemunduran dan kehancuran bisnis. Apalagi untuk bisnis di era digital seperti sekarang ini, tingkat persaingannya sangat tinggi menuntut prinsip kejujuran sebagai prinsip etika bisnis yang harus dipegang teguh untuk mempertahankan loyalitas konsumen.

2.      Prinsip Integritas Moral

Prinsip integritas moral yang diterapkan dengan baik sangat berguna untuk menjaga nama baik perusahaan. Selain itu, prinsip ini akan kepercayaan konsumen terhadap. Penerapan prinsip integritas moral harus dilakukan oleh semua pihak, baik pemilik bisnis, karyawan, dan manajemen perusahaan.

3.      Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi terkait dengan sikap dan kemampuan seorang individu dalam mengambil keputusan dan tindakan yang benar. Dengan kata lain, pelaku bisnis harus bisa membuat keputusan yang baik dan benar. Selain itu, pebisnis harus hati-hati dalam memperhitungkan keputusan. Dalam penerapannya, pengusaha harus memiliki prinsip otonomi dengan kesadaran penuh akan kewajiban dalam menjalankan bisnis. Maka dari itu, pebisnis harus memahami bidang bisnis yang dilakukan, situasi yang dihadapi, tuntutan, dan aturan yang berlaku di bidang itu.Prinsip otonomi juga harus diterapkan dalam mengambil sebuah keputusan dan tindakan yang sesuai serta meninggalkan yang dianggap bertentangan dengan nilai atau norma moral tertentu. Prinsip ekonomi menjadi prinsip etika bisnis yang sangat berguna untuk mengurangi risiko yang dapat terjadi pada perusahaan. Prinsip otonomi tidak hanya mengikuti nilai dan norma yang berlaku, tetapi juga dengan mempertimbangkan kesadaran batin mengenai pilihan terbaik untuk dilakukan.

4.      Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan merujuk untuk semua pihak yang terlibat dalam bisnis yang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan prinsip etika bisnis ini, semua pihak yang terlibat harus berkontribusi pada keberhasilan bisnis yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Prinsip keadilan mendorong semua pihak agar dapat terlibat dalam bisnis, baik hubungan internal maupun hubungan eksternal. Setiap pihak akan menerima perlakuan yang sama sesuai dengan haknya masing-masing.

5.      Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip saling menguntungkan berarti bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Prinsip saling menguntungkan bukan prinsip bersyarat seperti semua pihak tidak merasa rugi. Prinsip saling menguntungkan membutuhkan hak untuk manfaat dari kegiatan bisnis seperti mengakomodasi sifat dan tujuan bisnis. Dalam praktiknya, etika berbisnis dapat saling menguntungkan dalam proses bisnis. Terutama bagi perusahaan yang menjaga hubungan baik dalam jangka panjang dengan konsumen.

2.8 PERLUNYA ETIKA PERIKLANAN

Diperlukan dalam mengatur perilaku individu agar lebih mengutamakan kepentingan orang banyak, sedangkan aktivitas periklanan suatu dampak sosial budaya dan ekonomi tertentu bagi khalayaknya. Sebab itu agar dampaknya tidak negatif, maka diperlukan pengaturan membuat iklan itu tidak semena- mena baik berita dan gambarnya harus mengacu nilai moralitas yang berlaku pada kalangan masyarakat.

Surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang berkembang pesat juga tidak lepas dari problematika penataan reklame/ iklan yang masih berantakan. Pemasangan papan reklame di sepanjang jalan, baik yang membentang maupun yang berada di tepi jalan, harus mulai diatur dengan baik. Memang, jalan merupakan salah satu tempat yang paling strategis untuk memasang iklan. Penataan reklame saat ini saya rasa kurang tertata rapi dan kurang teratur.

Berikut ini merupakan beberapa contoh pelanggaran Etika Bisnis Periklanan yang ada di wilayah khususnya Surabaya :

Gambar 1. Reklame brosur yang ditempel / melekat pada tiang listrik di daerah Jl. Raya Dharma Husada Indah ( Kamis, 27 Mei 2021 pukul 11.30 WIB )

Gambar 2. Reklame selebaran yang ditempel / melekat pada pipa air di daerah Jl. Mojo ( Kamis, 27 Mei 2021 pukul 12.00 WIB )

Gambar 3. Reklame selebaran yang ditempel / melekat pada kotak listrik di daerah Jl. Airlangga ( Kamis, 27 Mei 2021 pukul 11.40 WIB )

 

Gambar 1. Reklame brosur yang ditempel / melekat pada dinding di daerah Jl. Kertajaya ( Jumat, 28 Mei 2021 pukul 11.00 WIB )

Ulasan :

Dimana tiang listrik, dinding, kotak listrik, dan pipa air dialih fungsikan sebagai tempat :

1. (Gambar 1) Untuk menempelkan brosur jual rumah

2. (Gambar 2) Untuk menempelkan selebaran sedot WC

3. (Gambar 3) Untuk menempelkan selebaran kontrakan rumah

4. (Gambar 4) Untuk menempelkan brosur jual rumah

Hal tersebut sudah melanggar Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Pajak Reklame mengenai Larangan Penyelenggaraan Reklame yang berbunyi “Dilarang menempatkan atau memasang Reklame Selebaran pada tembok- tembok, pagar, pohon, tiang listrik, tiang telepon dan sejenisnya”. Akibat dari pemasangan reklame yang tidak etis ini tentunya telah mengganggu keindahan, kebersihan dan kesehatan lingkungan serta turut mengganggu fungsi dan merusak kontruksi sarana dan prasarana kota serta pemeliharaannya.

Berikut ini contoh Etika Bisnis Periklanan yang etis, khususnya di wilayah Surabaya :

 

Gambar 5. Reklame baliho digital yang mampu memancarkan cahaya sendiri yang terletak atas jembatan di daerah Jl. Mayjend Prof. Dr. Moestopo ( Jumat, 28 Mei 2021 pukul 21.00 WIB )

Ulasan :

Gambar 5. Contoh periklanan yang benar dengan memenuhi ketaatan dalam periklanan dimana iklan di tempatkan sesuai dengan yang sudah di atur oleh perda, serta tidak mengganggu pengguna jalan, juga tertata rapi dan menyuguhkan kesan yang menarik bagi para pengguna jalan untuk menarik perhatian agar turut adil dalam acara yang iklanlan tersebut. Dengan adanya pemasangan reklame yang etis tentunya tidak akan mengganggu lalu lintas umum baik pejalan kaki maupun kelancaran lalu lintas kendaraan. Serta tidak mengganggu funsi kontruksi sarana dan prasarana kota serta tidak mengganggu keindahan, kebersihan lingkungan di daerah tersebut. Karena pemasangan baliho digital tersebut yang pasti telah memenuhi persyaratan teknis dan dapat dipertanggungjawabkan bila terjadi hal yang tidak di inginkan. Iklan yang etis akan membangun kepercayaan konsumen terhadap perusahaan yang memproduksi barang/jasa yang di iklankan sehingga menjadi perusaahaan tersebut tetap eksis untuk jangka waktu yang panjang. Iklan yang etis juga akan membuat konsumen merasa aman karena terhindar dari penipuan – penipuan lainnya serta bahaya yang ditimbulkan oleh iklan yang tidak etis.


 

KESIMPULAN

Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.

Berdasarkan uraian mengenai maslah periklanan dan etika bisnis, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yakni :

1.      Hubungan antara etika dan periklanan sangat erat kaitannya dengan pola kebiasaan masyarakat yang terpengaruh dari macam periklanan yang disajikan.

2.      Periklanan merupakan pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa (surat kabar atau majalah) atau ditempat umum.

3.      Periklanan dan Etika Bisnis merupakan penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada suatu wilayah perilaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis, terutama yang diterapkan pada media periklanan.

4.      Di Indonesia khususnya terdapat permasalahan-permasalahan dalam dunia periklanan terutama menyangkut iklan yang tidak mendidik, iklan yang cenderung menyidir produk lain.

SARAN

Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan perlulah adanyakontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak–hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata.

Berdasarkan uraian mengenai periklanan dan etika bisnis dapat penulis kemukakan beberapa saran antara lain sebagai berikut :

1.      Sebaiknya pemerintah menerapkan peraturan atau perundangan yang secara tegas mengatur segala yang berkaitan dengan etika dan periklanan

2.      Produsen seharusnya tidak hanya memikirkan untuk mendapat keuntungan yang maksimal tanpa melihat dari kepentingan produsen untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekedar produk yang diiklankan.

3.      Pemerintah serta masyarakat berperan aktif dalam menyaring serta sebagai ontrol sosial bagi pengiklanan produk-produk yang menyimpang bahkan bila telah keluar dari jalur etika yang semestinya.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://e-journal.uajy.ac.id/3445/2/1EM15140.pdf

 

https://www.academia.edu/10960253/Etika_Bisnis_dalam_Periklanan

 

https://www.coursehero.com/file/34616752/makalah-periklanan-dan-etika-kelompok-8docx/

 

https://blog.arfadia.com/fungsi-periklanan/#:~:text=Fungsi%20Periklanan%20sangat%20penting%20dalam,atau%20jasa%20yang%20perusahaan%20tawarkan.

 

https://www.scribd.com/document/354637595/Periklanan-Dan-Kebenaran-Scribd

 

https://introvideomusic.blogspot.com/2017/04/periklanan-dan-etika.html#:~:text=1.4%20Manipulasi%20dalam%20Periklanan&text=Manipulasi%20merupakan%20kegiatan%20mempengaruhi%20kemauan,tidak%20tentu%20diinginkan%20oleh%20seseorang.

 

https://ameliaramadhanty.wordpress.com/2017/08/04/periklanan-dan-etika/

 

https://bacaterus.com/iklan-yang-melanggar-etika/

 

https://www.harmony.co.id/blog/prinsip-etika-bisnis-penjelasan-dan-penerapannya-dalam-bisnis

 

https://aniatih.blogspot.com/2014/05/periklanan-dan-etika-pengontrolan.html

 

https://www.academia.edu/37940923/PERIKLANAN_DALAM_ETIKA_BISNIS_UNTUK_MEMENUHI_TUGAS_MATA_KULIAH_ETIKA_BISNIS

 


 #thinksmart

#bangganarotama

#suksesituaku

#narotamajaya

#generasiemas

#pebisnismudanarotama

 

 

Entri yang Diunggulkan

UAS ETIKA BISNIS (PELANGGARAN ETIKA BISNIS)

NAMA  : ENY YULI ASTUTI NIM       : 01219006 KELAS   : MANAJEMEN A DOSEN  : HJ. I. G. A. AJU NITYA DHARMANI,SST,S.E,MM.   UAS ETIK...