Kamis, 18 Maret 2021

MASALAH KEADILAN DALAM BISNIS ( TUGAS PERTEMUAN 3)

 

TUGAS PERTEMUAN 3

MASALAH KEADILAN DALAM BISNIS

ETIKA BISNIS


NAMA            : ENY YULI ASTUTI

NIM                : 01219006

KELAS           : MANAJEMEN A

DOSEN PENGAMPU : HJ. I.G.A AJU NITYA DHARMANI, S.ST., S.E., M.M.

 

MASALAH KEADILAN DALAM BISNIS KEPADA MASYARAKAT YANG BELUM SELESAI

KASUS LUMPUR LAPINDO

Banjir lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006. Lokasi semburan tersebut merupakan kawasan pemukiman dan disekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi. Semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui atau bisa dikatakan juga bencana alam/faktor alam.

 

Dampak yang ditimbulkan dari semburan ini antara lain:

  • Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan.
  • Lahan dan ternak juga terkena dampak lumpur
  • Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja
  • Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.
  • Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
  • Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit.

 

Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 triliun. Perkembangan terbaru diinformasikan bahwa sisa pembayaran ganti rugi sebsar 781 M.

Sudah 8 tahun sejak semburan lumpur terjadi, pembayaran ganti rugi belum juga dilunasi. Kini pelunasan ganti rugi dimasukkan dalam APBN, sehingga pelunasan menjadi tanggungan pemerintah.

 

Kesimpulan

Dari kasus di atas dapat di simpulkan bahwa :

Berdasarkan prinsip keadilan komutatif yang dikemukakan oleh Aristoteles yaitu menuntut agar semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya. PT Lapindo belum melakukan hal tersebut, hingga saat ini pembayaran ganti rugi belum juga dilunasi padahal sudah melewati batas yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Saran.

  • Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kajian peruntukan badan air Sungai Porong dan Sungai Aloo dan zonasi kualitas air sungai sesuai dengan kemampuan degradasi konsentrasi phenol di sepanjang ruaas sungai menuju muara mengingat pengaliran air Lumpur panas Lapindo ke dalam badan air tersebut hingga kini masih terus berlangsung.
  • Pemantauan rutin dan evaluasi atas sasaran yang telah dicapai serta kajian terhadap peraturan perundangan yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terkait dengan fungsi Sungai Porong dan Sungai Aloo agar tidak menimbulkan kerugian bagi pemanfaat sumber daya perairan tersebut sebagaimana yang terjadi sebelum kasus pengaliran air lumpur panas Lapindo ke dalam badan air.
  • Dimasukkannya pembayaran ganti rugi kedalam APBN, pemerintah dan PT Lapindo seharusnya bisa mempercepat pembayaran tersebut. Atas dasar keadilan kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya tanpa kecuali.

Analisa Kasus

Berdasarkan kasus tersebut terbukti PT Lapindo tidak menerapkan prinsip keadilan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Menurut Adam Smith dalam menjalankan bisnisnya, prinsip keadilan tersebut antara lain :

1.Prinsip No Harm

Prinsip No Harm Yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain. 

Dalam kasus Lumpur Lapindo sudah sangat jelas dalam kasus ini PT Lapindo telah sangat merugikan bangsa indonesia terutama merusak desa pemukiman warga dan kawasan industri.

2.Prinsip Non Intervention

Prinsip Non Intervention adalah prinsip tidak ikut campur tangan. Dalam kasus PT Lapindo prinsip no intervention jelas telah dilanggar, pemerintah seolah ikut campur tangan dalam melindungi PT. Lapindo dengan melakukan perjanjian ganti rugi yang dimasukkan dalam APBN yang sampai saat ini belum juga lunas.

3. Prinsip Petukaran Yang Adil

Prinsip Keadilan Tukar atau Prinsip Pertukaran Dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Ini sesungguhnya merupakan penerapan lebih lanjut prinsip no harm secara khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihak lain dalam pasar.

Dalam kasus PT. Lapindo masyarakat sekitar sangat diperlakukan tidak adil karena PT. Lapindo yang ingin memperoleh keuntungan besar namun kawasan pemukiman merekalah yang dirusak dan merugikan masyarat desa sekitar. Harga yang dibayar atas kerusakan tersebut tak sesuai dengan keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat sekitar.

 

Sumber :

https://nmn93.wordpress.com/2014/11/14/jurnal-etika-bisnis-keadilan-dalam-bisnis/





#narotamajaya

#suksesituaku

#pebisnismudanarotama

#generasiemas

#thinksmart

#bangganarotama

 

 

1 komentar:

Entri yang Diunggulkan

UAS ETIKA BISNIS (PELANGGARAN ETIKA BISNIS)

NAMA  : ENY YULI ASTUTI NIM       : 01219006 KELAS   : MANAJEMEN A DOSEN  : HJ. I. G. A. AJU NITYA DHARMANI,SST,S.E,MM.   UAS ETIK...