TUGAS
PERTEMUAN 3
MASALAH
KEADILAN DALAM BISNIS
ETIKA
BISNIS
NAMA : ENY YULI ASTUTI
NIM : 01219006
KELAS : MANAJEMEN A
DOSEN
PENGAMPU : HJ. I.G.A AJU NITYA DHARMANI, S.ST., S.E., M.M.
MASALAH
KEADILAN DALAM BISNIS KEPADA MASYARAKAT YANG BELUM SELESAI
KASUS
LUMPUR LAPINDO
Banjir
lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur
Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa
menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di
Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006. Lokasi
semburan tersebut merupakan kawasan pemukiman dan disekitarnya merupakan salah
satu kawasan industri utama di Jawa Timur.Tak jauh dari lokasi semburan
terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, serta jalur kereta api lintas timur
Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi. Semburan lumpur panas tersebut diduga
diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur
tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan.
Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan
pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan
pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui atau bisa dikatakan juga bencana
alam/faktor alam.
Dampak
yang ditimbulkan dari semburan ini antara lain:
- Lumpur
menggenangi 16 desa di tiga kecamatan.
- Lahan
dan ternak juga terkena dampak lumpur
- Sekitar
30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan
merumahkan ribuan tenaga kerja
- Empat
kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak
bekerja.
- Tidak
berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya
sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
- Rumah/tempat
tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit.
Sampai
Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang
baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6
triliun. Perkembangan terbaru diinformasikan bahwa sisa pembayaran ganti rugi
sebsar 781 M.
Sudah
8 tahun sejak semburan lumpur terjadi, pembayaran ganti rugi belum juga
dilunasi. Kini pelunasan ganti rugi dimasukkan dalam APBN, sehingga pelunasan
menjadi tanggungan pemerintah.
Kesimpulan
Dari
kasus di atas dapat di simpulkan bahwa :
Berdasarkan prinsip keadilan komutatif yang dikemukakan oleh Aristoteles yaitu menuntut agar semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya. PT Lapindo belum melakukan hal tersebut, hingga saat ini pembayaran ganti rugi belum juga dilunasi padahal sudah melewati batas yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Saran.
- Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kajian peruntukan badan air Sungai Porong dan Sungai Aloo dan zonasi kualitas air sungai sesuai dengan kemampuan degradasi konsentrasi phenol di sepanjang ruaas sungai menuju muara mengingat pengaliran air Lumpur panas Lapindo ke dalam badan air tersebut hingga kini masih terus berlangsung.
- Pemantauan
rutin dan evaluasi atas sasaran yang telah dicapai serta kajian terhadap
peraturan perundangan yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terkait dengan
fungsi Sungai Porong dan Sungai Aloo agar tidak menimbulkan kerugian bagi
pemanfaat sumber daya perairan tersebut sebagaimana yang terjadi sebelum kasus
pengaliran air lumpur panas Lapindo ke dalam badan air.
- Dimasukkannya
pembayaran ganti rugi kedalam APBN, pemerintah dan PT Lapindo seharusnya bisa
mempercepat pembayaran tersebut. Atas dasar keadilan kita harus memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya tanpa kecuali.
Analisa
Kasus
Berdasarkan kasus tersebut terbukti PT Lapindo tidak menerapkan prinsip keadilan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Menurut Adam Smith dalam menjalankan bisnisnya, prinsip keadilan tersebut antara lain :
1.Prinsip No Harm
Prinsip
No Harm Yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak
dan kepentingan orang lain.
Dalam kasus Lumpur Lapindo sudah sangat jelas dalam kasus ini PT Lapindo telah sangat merugikan bangsa indonesia terutama merusak desa pemukiman warga dan kawasan industri.
2.Prinsip Non Intervention
Prinsip Non Intervention adalah prinsip tidak ikut campur tangan. Dalam kasus PT Lapindo prinsip no intervention jelas telah dilanggar, pemerintah seolah ikut campur tangan dalam melindungi PT. Lapindo dengan melakukan perjanjian ganti rugi yang dimasukkan dalam APBN yang sampai saat ini belum juga lunas.
3. Prinsip Petukaran Yang Adil
Prinsip
Keadilan Tukar atau Prinsip Pertukaran Dagang yang fair, terutama terwujud dan
terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Ini sesungguhnya merupakan
penerapan lebih lanjut prinsip no harm secara khusus dalam pertukaran dagang
antara satu pihak dengan pihak lain dalam pasar.
Dalam
kasus PT. Lapindo masyarakat sekitar sangat diperlakukan tidak adil karena PT. Lapindo
yang ingin memperoleh keuntungan besar namun kawasan pemukiman merekalah yang
dirusak dan merugikan masyarat desa sekitar. Harga yang dibayar atas kerusakan
tersebut tak sesuai dengan keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat sekitar.
Sumber
:
https://nmn93.wordpress.com/2014/11/14/jurnal-etika-bisnis-keadilan-dalam-bisnis/
#narotamajaya
#suksesituaku
#pebisnismudanarotama
#generasiemas
#thinksmart
#bangganarotama