TUGAS MAKALAH ETIKA BISNIS PERTEMUAN KE-8
“KEJAHATAN DAN KORUPSI PADA KORPORASI”
Disusun oleh :
ENY YULI ASTUTI
01219006
Dosen :
HJ.I.G.A.Aju Nitya Dharmani SST,SE,MM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NAROTAMA
SURABAYA
2021
BAB
1.
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) yang merajalela di tanah air selama ini tidak saja merugikan Keuangan
Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menghambat pertumbuhan dan kelangsungan
pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tipikor tidak
lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahatan
luar biasa. Metode konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa
menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya pun
juga harus menggunakan cara-cara luar biasa.
Korupsi bukan hal yang
baru bagi bangsa Indonesia. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang
dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti memberi hadiah kepada
pejabat/pegawai Negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan
(KPK, 2006:1). Korupsi telah dianggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih
“sudah sesuai prosedur”. Koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut,
sebaliknya memamerkan hasil korupsinya secara demonstratif. Politisi tidak lagi
mengabdi kepada konstituennya. Partai Politik bukannya dijadikan alat untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, melainkan menjadi ajang untuk
mengeruk harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak pidana korupsi merupakan
masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan
stabilitas dan keamanan Negara dan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial,
politik dan ekonomi masyarakat, bahkan dapat pula merusak Nilai-nilai Demokrasi
serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak pidana
korupsi tersebut. Sehingga harus disadari meningkatnya tindak pidana korupsi
yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas kerugian
Negara dan perekonomian Nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Perbuatan tindak pidana
korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak hak ekonomi
masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai
kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa
(extra-ordinary crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat
dilakukan “secara biasa”,tetapi dibutuhkan “cara-cara yang luar biasa”
(extra-ordinary crimes).
Korupsi ternyata
dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi. Rasanya sungguh tidak pantas,
seseorang yang berpendidikan melakukan hal yang seharusnya tidak boleh
dilakukan. Korupsi tidak boleh dilakukan karena akan menimbulkan kerugian bagi
pihak lain dan hanya memberikan keuntungan kepada pihak yang korupsi atau biasa
disebut dengan koruptor. Faktanya korupsi dilakukan oleh orang yang mempunyai
kekuasaan. Misalnya dalam pemerintahan, mereka menyalahgunakan kekuasaan hanya
untuk kepentingan pribadi. Bisa dilihat dari kasus korupsi wisma atlet yang
menjerat Angelina Sondakh, yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebagai wakil rakyat seharusnya mengemban baik-baik tugas dan amanah yang telah
dipercayakan oleh rakyat. Namun pada kenyataannya mereka mementingkan keinginan
mereka sendiri, melupakan tanggung jawab mereka sebagai wakil rakyat.
Tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh korporasi merupakan fenomena yang berkembang pesat saat
ini, tindak pidana tersebut dilakukan dengan berbagai modus untuk melanggar
ketentuan hukum yang berlaku dengan tujuan menguntungkan korporasi. korporasi
diatur sebagai subyek hukum dalam tindak pidana korupsi dalam Pasal 1 angka 1
dan Pasal 1 angka 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BAB
2.
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI KEJAHATAN,
KORUPSI DAN KORPORASI
Berdasarkan Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah tindakan setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Korupsi
(bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku
pejabat publik, baik politikus / politisi maupun pegawai negeri, yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Korporasi merupakan
kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir, baik badan hukum maupun
bukan badan hokum. Pengertian korporasi juga dicetuskan oleh beberapa pemikir.
Cornel University, misalnya, dalam sebuah karya ilmiah menyatakan ”a
corporation is a legal entity created through the law of its state of
incorporation. Individual states have the power to promulgate laws relating to
the creation, organization and dissolution of corporation.” Korporasi merupakan
subjek hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang
korporasi, Individulah yang memiliki kekuatan untuk membentuk, mengoperasikan,
dan membubarkan sebuah korporasi.
Penjelasan di atas
sebenarnya telah cukup untuk menggambarkan korporasi dalam kedudukannya sebagai
subjek hukum. Namun, sering kali terdapat kebingungan di masyarakat membedakan
antara korporasi dengan badan sejenis. Misalnya apakah sebuah yayasan merupakan
korporasi karena didirikan oleh sekumpulan orang untuk tujuan tertentu. Ataukah
sebuah korporasi hanya berkaitan dengan perusahaan yang bersifat komersil. Oleh
karena itulah, para ahli mencetuskan karakteristik yang bisa digunakan untuk
menentukan apakah suatu badan merupakan korporasi atau bukan.
2.2 PENYEBAB KORUPSI
1. Teori Triangle Fraud
(Donald R. Cressey)
Ada tiga penyebab mengapa
orang korupsi yaitu adanya tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan
rasionalisasi (rationalization).
2. Teori GONE (Jack
Bologne)
Faktor-faktor penyebab
korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs)
dan pengungkapan (expose).
3. Teori CDMA (Robert
Klitgaard)
Korupsi (corruption)
terjadi karena faktor kekuasaan (directionary) dan monopoli (monopoly) yang
tidak dibarengi dengan akuntabilitas (accountability).
4. Teori Willingness and
Opportunity
Menurut teori ini korupsi
bisa terjadi bila ada kesempatan akibat kelemahan sistem atau kurangnya
pengawasan dan keinginan yang didorong karena kebutuhan atau keserakahan. Teori
Cost Benefit Model Teori ini menyatakan bahwa korupsi terjadi jika manfaat
korupsi yang didapat atau dirasakan lebih besar dari biaya atau risikonya.
2.3 DAMPAK KORUPSI
Secara ringkas, dampak
masif korupsi dapat dirasakan dalam berbagai bidang antara lain :
1. Dampak
ekonomi
2. Dampak
sosial dan kemiskinan masyarakat
3. Dampak
birokrasi pemerintahan
4. Dampak
politik dan demokrasi
5. Dampak
terhadap penegakan hokum
6. Dampak
terhadap pertahanan dan keamanan
7. Dampak
kerusakan lingkungan
Meski studi tentang
korupsi terus berjalan, namun belum ada solusi pasti dalam memberantas korupsi
hingga saat ini. Sebab, suatu cara menangani korupsi bisa efektif di satu
negara atau di satu wilayah tapi belum tentu berhasil di negara lain.
2.4 PENANGGULANGAN
KORUPSI
Caiden (dalam Soerjono,
1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
1. Membenarkan
transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran
tertentu.
2. Membuat
struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
3. Melakukan
perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan
kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih
organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi
pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi
kesempatan korupsi.
Kartono (1983)
menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1. Adanya
kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi
politik dan kontrol sosial dengan bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan
aspirasi Nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan Nasional.
3. Para
pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4. Adanya
sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.
5. Reorganisasi
dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah
Kementerian beserta jawatan dibawahnya.
6. Adanya
sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan
sistem “ascription”.
7. Adanya
kebutuhan Pegawai Negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah.
8. Menciptakan
aparatur pemerintah yang jujur
9. Sistem
budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi,
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10. Herregistrasi
(pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan
pajak yang tinggi.
2.5 CONTOH JENIS
KEJAHATAN KORUPSI
Advisor Sustainable
Indonesia (SustaIN) Dwi Siska Susanti mencatat setidaknya ada tujuh jenis
kelompok tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 junto. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
1. Perbuatan
yang merugikan negara.
Perbuatan yang merugikan
negara, dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu mencari keuntungan dengan cara
melawan hukum dan merugikan negara serta menyalahgunakan jabatan untuk
mencari keuntungan dan merugikan negara. “Di sini syaratnya harus ada keuangan
negara yang masih diberikan. Biasanya bentuknya tender, pemberian barang, atau
pembayaran pajak sekian yang dibayar sekian. Kalau ada yang bergerak di sektor
industri alam kehutanan atau pertambangan, itu mereka ada policy tax juga agar
mereka menyetorkan sekali pajak, semua itu kalau terjadi curang nanti bisa
masuk ke konteks ini (kerugian negera-red),” kata Dwi saat menyampaikan materi
dalam public training bertema “Anti Corruption Training Every Business Need”
yang diselenggarakan pada Rabu (15/11) di Jakarta.
2. Suap.
Dwi menjelaskan
pengertian suap adalah semua bentuk tindakan pemberian uang atau menerima uang
yang dilakukan oleh siapa pun baik itu perorangan atau badan hukum (korporasi).
“Sekarang korporasi sudah bisa dipidana, makanya penting sekali dunia usaha
mengerti audit. Jadi penerimanya ini syaratnya khusus, penerimanya itu
klasifikasinya ialah pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pasal
diberikannya di depan atau DP dulu atau nanti di belakang diminta, itu tidak
menjadi persoalan, dua-duanya tetap suap-menyuap sepanjang kita memberikannya
kepada dua pihak tadi,” katanya.
3. Gratifikasi.
Yang dimaksud dengan
korupsi jenis ini adalah pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai negeri
atau penyelenggara negara. Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon,
pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta
fasilitas-fasilitas lainnya. “Itu (gratifikasi-red) sebenarnya dari bahasa
gratitude jadi terimakasih, dia itu netral, artinya dia itu baik, hal itu
terjadinya karena ada ramah tamah dan lain-lain. Tapi kenapa ini sekarang
dilarang? Yang dilarang adalah kalau bentuk-bentuk terima kasih ini, kita
berikan untuk ke pegawai negeri atau peyelenggara negara dan kita tahu ini ada
kaitan dengan jabatannya, itu gratiifikasi,” jelasnya. “Dan ini yang membedakan
adalah yang ngotot adalah yang kasih seperti contoh sebelumnya yang niat adalah
yang kasih, sedangkan suap itu dua-duanya komitmen telah melakukan
kesepakatan,” tuturnya
4. Penggelapan
dalam jabatan.
Kategori ini sering juga
dimaksud sebagai penyalahgunaan jabatan, yakni tindakan seorang pejabat
pemerintah yang dengan kekuasaaan yang dimilikinya melakukan penggelapan
laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain
menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri
dengan jalan merugikan negara. “Penggelapan dalam jabatan ini biasanya banyak
memang khusus pegawai negeri karena yang bisa melakukan ini adalah yang
memiliki kewenangan,” ujarnya.
5. Pemerasan.
Pemerasan adalah tindakan
yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri. “Pemerasan ini seperti pungli. Nah, ini tadi
bedanya apa dengan gratifikasi, pemerasan yang terima yang maksa,” kata Dwi.
6. Perbuatan
curang.
Menurut Dwi, perbuatan
curang ini biasanya terjadi di proyek-proyek pemerintahan, seperti pemborong,
pengawas proyek, dan lain-lain yang melakukan kecurangan dalam pengadaan atau
pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau keuangan
negara.
7. Benturan
kepentingan dalam pengadaan.
Pengadaan adalah kegiatan
yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh
instansi atau perusahaan. “Ini juga biasanya berlaku untuk panitia-panitia
pengadaan yang ada di pemerintahan, kalau BUMN bisa juga kalau dibiayain sama
APBN ya,”tukasnya.
2.6 KASUS KORUPSI YANG
TERJADI DI INONESIA
Beberapa kasus besar pun
sukses dibongkar. Bahkan, yang lebih mencengangkannya lagi ada beberapa kasus
yang tercatat banyak merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Kasus ini
memecahkan rekor dengan nilai kerugian terbesar? Berikut
rangkuman Suara.com yang dihimpun dari berbagai sumber yaitu :
1. Kotawaringin Timur
KPK resmi menetapkan
Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka atas kasus korupsi
penerbitan Izin Usaha Pertambanga (IUP) di daerah itu. Dalam kasus ini, negara
tercatat mengalami kerugian hingga Rp 5,8 triliun dan 711 ribu dolar AS. Supian
yang juga kader PDIP ini diduga menguntungkan diri sendiri dan korporasi dalam
pemberian IUP kepada tiga perusahaan yakni PT. Fajar Mentaya Abadi (PT. FMA),
PT. Billy Indonesia (PT. BI) dan PT. Aries Iron Maining (PT. AIM) pada periode
2010-2015.
Peneliti Indonesian
Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyebut kasus korupsi Bupati Kotawaringin
Timur menjadi salah satu kasus orupsi terbesar yang ditangani oleh KPK.
"Jadi ini satu
kerugian negara paling besar yang kami tahu yang ditangani KPK," kata
Emerson.
2. Kasus BLBI
Kasus korupsi Bantuan
Likuiditas Nak Indonesia (BLBI) yang telah bergulir sejak lebih dari satu
dasawarsa ini juga menjadi salah satu kasus korupsi
terbesar yang pernah ada di Tanah Air. Hingga kini, kasus yang
membelit sejumlah petinggi negara dan perusahaan besar ini masih juga belum
menemui titik terang.
BLBI adalah program
pinjaman dari Bank Indonesia kepada sejumlah bank yang mengalami masalah
pembayaran kewajiban saat menghadapi krisis moneter 1998. Bank yang telah
mengembalikan bantuan mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL), namun
belakangan diketahui SKL itu diberikan sebelum bank tertentu melunasi bantuan.
Menurut keterangan KPK,
kerugian negara akibat kasus megakorupsi ini mencapai Rp 3,7 triliun.
Penyelesaian kasus besar yang ditargetkan rampung 2018 ini pun kembali molor
hingga 2019.
3. Kasus E-KTP
Kasus pengadaan E-KTP
menjadi salah satu kasus korupsi yang paling fenomenal. Kasus yang menyeret
Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ini telah bergulir sejak 2011
dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun.
Setidaknya ada sekitar 280
saksi yang telah diperiksa KPK atas kasus ini dan hingga kini ada 8 orang yang
telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah pengusaha
Made Oka Masagung, Keponakan Setya Novanto yakni Irvanto Hendra Pambudi, Mantan
Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil
Kemendagri Sugiharto, Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kemendagri Irman, pengusaha Andi Narogong, Mantan Ketua Umum Golkar Setya
Novanto, Anggota DPR Markus Nari, dan Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana
Sudiharjo.
4. Proyek Hambalang
Kasus proyek pembangunan
Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang
juga tercatat menjadi salah satu kasus korupsi besar yang pernah ada. Nilai
kerugiannya mencapai Rp 706 miliar.
Pembangunan proyek
Hambalang ini direncanakan dibangun sejak masa Menteri Pemuda dan Olahraga Andi
Malarangeng dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun. Proyek yang
ditargetkan rampung dalam waktu 3 tahun ini mangkrak hingga akhirnya aliran
dana korupsi terendus KPK.
Aliran dana proyek ini
masuk ke kantong beberapa pejabat. Di antaranya Mantan Menpora Andi
Malarangeng, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram, Ketua Umum Partai Demokrat
Anas Urbaningrum, Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Mahfud Suroso, Anggota
DPR Angelina Sondakh.
5. Soeharto
Mantan Presiden Kedua
Soeharto disebut-sebut telah melakukan tindak pidana korupsi terbesar dalam
sejarah dunia. Kekayaan negara yang diduga telah dicuri oleh Soeharto berkisar
antara 15 hingga 35 miliar dolar AS atau sekitar Rp 490 triliun.
Lembaga internasional
yang memerangi korupsi yakni Transprency International merilis bahwa Soeharto
menjadi salah seorang tokoh paling korup di dunia. Diperkirakan masih ada
banyak sumber pemasukan keluarga Soeharto dari hasil perusahaan swasta dan
kebijakan yang ia buat untuk memperkaya diri.
Peneliti ICW Emerson
Yuntho meminta agar pemerintah dapat segera mengusut tuntas kasus korupsi
terbesar ini. Sebab penyelesaian kasus ini merupakan mandate reformasi.
"Agenda reformasi
sebagaimana yang dimuat dalam TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 yang bicara soal
penyelenggaraan negara bebas korupsi. Nah bagi kami, upaya penuntasan kasus
Soeharto ini salah satu bentuk menjalankan amanat Reformasi yang belum tuntas,"
kata Emerson.
Jadi, Hubungan antara
etika bisnis dengan korupsi dalam hal ini adalah Etika bisnis menyangkut moral,
kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Sedangkan praktek korupsi adalah tindakan tidak bermoral dan tidak ber-etika,
dan merugikan banyak orang dalam dunia bisnis. Jika aturan secara umum mengenai
etika mengatakan bahwa praktek korpusi adalah tindakan tidak bermoral dan
beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur, pelanggan,
kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak
etis dan tidak bermoral.
CONTOH : Peneliti
Indonesia Corruption Watch (ICW), Luki Jani, dalam dialognya mengatakan bahwa
antara korupsi dan gaya hidup mewah (hedonisme) merupakan serangkaian yang saling
berkesinambungan. “Gejala korupsi berujung dengan hedonisme menurut saya suatu
hal yang kesinambungan. Gejala tersebut terlihat di semua negara,” ujar Luki
Jani, dalam dialog yang bertajuk ‘Korupsi dan Hedonisme dari Rezim ke Rezim’ di
Rumah Perubahan, Komplek Pertokoan Duta Merlin, Jakarta, Selasa (29/11/2011).
Luki mengambil contoh dari koruptor yang sudah mendekam lama di tahanan, yakni
mantan Bupati Garut yang pernah ditangkap KPK. Sebelum ditangkap, jelas Luki,
mantan bupati Garut tersebut sempat membiayai istrinya buka usaha dan anaknya
dibelikan rumah serta mobil untuk kuliah. “Inilah kurangnya kesadaran pejabat
pemerintahan kita. Mereka tidak bisa membedakan mana yang menjadi haknya mana
yang bukan,” Kata Luki.
DAFTAR
PUSTAKA
https://kppu.go.id/
Penjelasan Umum tentang
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemeberantasan Korupsi.
Basrief Arief, Korupsi
dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta) (Jakarta: Adika Remaja
Indonesia, 2006). Hlm. 87
Lilik Mulyadi, Pengembalian
Aset (Aset Recovery) Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut UndangUndang Korupsi
Indonesia Pasca Konvensi PBB Anti Korupsi 2003, terakhir diubah tahun
2009, http://halamanhukum.blogspot.co.id/ 2009/08/assetrecovery.html
Wahyudi Hafiludin
Saledi, Implikasi Perampasan Aset Terhadap Pihak Ketiga Yang Terkiat
Dengan Tindak Pidana Korupsi. (Universitas Indonesia, 2010). Hlm. 65-66
Sjahrudin Rasul. Dkk.
2002. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi Pada Pengelolaan
BUMN/BUMD dan Perbankan. Jakarta: Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Tim
Pengkajian SPKN 2002
Buku Laplit.2017. Urgensi
& Mekanisme Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi ISI TSu
& TSa,
Gomgom daniel pardomuan,
heddy juanda, hein primada endarvin. 2019. Makalah fik. https:// file:///C:/Users/USER/Downloads/makalah%20fik%20tinggal%20kirim%20ke%20OSF.pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/16164/BAB%20I.pdf?sequence=5&isAllowed=y
Wahyu Beny Mukti
Setiyawan, S.H., M.H. Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tinda. https://media.neliti.com/media/publications/170276-ID-pertanggungjawaban-korporasi-dalam-tinda.pdf
Kompas. 2019. Korupsi
Pengertian Penyebab Dan Dampaknya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2031 Keuangan
Negara Atau Perekonomian Negara.
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-penyebab-dan-dampaknya?page=all#:~:text=Berdasarkan%20Undang%2Dundang%20Nomor%2031,keuangan%20negara%20atau%20perekonomian%20negara.
Klik Legal. 2017. Tujuh Kelompok Jenis Tindak Pidana Korupsi. https://kliklegal.com/ini-tujuh-kelompok-jenis-tindak-pidana-korupsi/
#narotamajaya
#suksesituaku
#pebisnismudanarotama
#generasiemas
#thinksmart
#bangganarotama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar